Jumat, 29 November 2013

Ketika aku membuka mata.


Sejak kecil aku selalu diajarkan untuk menjadi pribadi yang sama dengan kebanyakan orang.
Baik itu dari norma-norma yang berlaku,penampilan,gaya hidup,dan pola pikirnya kaum mayoritas.
Aku tumbuh di kalangan masyarakat yang mempunyai pemahaman bahwa hidup seseorang tidak akan jauh berbeda dari hidup para pendahulunya.

Aku diajarkan untuk mempelajari sesuatu yang sudah dipelajari oleh para pendahuluku.
Aku dituntun agar tidak bertentangan dengan adat istiadat.
Aku dipaksa untuk memikirkan sesuatu yang biasa dipikirkan oleh kebanyakan orang.


Oh Tuhan,aku merasa terbelenggu.
Hatiku merasa gundah.

Apakah aku masih disebut sebagai manusia?
Karena yang kutahu hanya makhluk tak berakal yang rela dituntun dan dibelenggu secara paksa.
Aku merasa hidupku dikendalikan oleh mereka kaum mayoritas.

Mereka kaum mayoritas.
Mereka yang hanya bertindak atas apa-apa yang sudah menjadi kebiasaan para pendahulunya.
Mereka yang hanya berbangga diri atas pencapaian para pendahulu,tanpa mengetahui apa yang benar-benar terjadi.
Mereka yang hanya saling menyalahkan jika tersandung masalah.
Mereka yang hanya menggerutu karena tidak puas dengan keinginan mereka.
Mereka yang hanya mempertahankan budaya tanpa mau menerima perubahan.
Padahal jika mereka mau menerima, justru perubahan itu akan mempermudah semua kesulitan mereka dalam menjalani hidup.
******
Ketika seorang bocah bertambah usia dan mencoba membuka matanya akan dunia.
Bocah yang beranjak dewasa itu sudah bisa memilah mana yang baik dan buruk untuk hidupnya.
Dia sudah bisa berpikir dan menemukan cara terbaik untuk menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi.
Dia berani menolak suatu pemahaman dari kaum mayoritas.
Dia menabrak norma yang berlaku dengan mengambil kemungkinan yang ada.
Bahkan dia mencoba untuk mempengaruhi orang-orang agar bisa menerima idealismenya tanpa melihat latar belakang orang tersebut.
Dia tidak perduli dengan apa yang orang-orang pikirkan tentang hidupnya.
Dia mempunyai prinsipnya sendiri.

Dialah manusia yang sesungguhnya.
Dia berani berpikir dan bertindak bebas di luar kebiasaan orang banyak tanpa melupakan sisi sosialnya.

Ketika dia berhasil membuka matanya.
Dia bagaikan burung dara yang terbang mengelilingi angkasa.
Orang-orang bertanya tentang dia?
Siapakah dia?
Dia adalah aku.
Aku adalah dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar